TILAKHANA,
PATTICA SAMMUPADA, TUMIMBAL LAHIR, DAN NIBBANA
A.
Tilakhana
Tilakhana
artinya tiga corak yang universal dan ini termasuk hukum kesunyataan; berarti
bahwa hukum ini berlaku dimana-mana dan pada setiap waktu. Jadi hukum ini tidak
terikat oleh waktu dan tempat.
a.
Sabbe
Sankhara Anicca
Segala sesuatau dalam alam semesta ini, yang terdiri dari paduan
unsure-unsur adalah tidak kekal dan sebagai umat Buddha melihat segala sesuatu
dalam alam semesta ini tidak lain sebagai suatu proses yang selalu dalam
keadaan bergerak, yaitu :
(timbul) (berlangsung) (berakhir/lenyap)
b.
Sabbe
Sankhara Dukkha
Apa yang tidak kekal itu adalah tidak memuaskan dan oleh karenanya
timbul penderitaan.
c.
Sabbe
Sankhara Anatta
Segala sesuatu yang bersyarat maupun yang tidak bersyarat adalah
tanpa inti yang kekal. Karena tanpa pemilik dan juga tidak dapat dikuasai.
Penjelasan tiga
corak umum tersebut, yaitu:
1.
Anicca
Kata Anicca
berarti tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini
terus-menerus mengalami perubahan, misalnya kembang, buah-buahan, dan
pohon-pohon dalam perkebunan. Terdapat dua factor, yaitu pembentukan (uppada)
dan penghancuran (nirodha) yang berlangsung terus-menerus, yang tidak pernah
berhenti walau sekejappun. Contoh: sebuah gelombang terbentuk naik, kemudian
turun dan tenggelam, menimbulkan gelombang lain yang menyusul timbul, kemudian
tenggelam pula; demikianlah seterusnya tiada hentinya. Timbulnya sebuah gelombang
tergantung kepada tenggelamnya gelombang yang mendahuluinya, dan tenggelamnya
sebuah gelombang menimbulkan gelombang lainnya menyusul. Demikianlah arus ini
mengalir terus-menerus tidak ada putusnya.
2.
Dukkha
Dukkha adalah suatu perasaan atau pikiran yang tidak puas, yang
timbul karena tidak tercapainya suatu keinginan atau yang timbul karena
perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam diri maupun di luar diri
kita.
Yang menimbulkan Dukkha menurut hukum Pattica-Sammupada yaitu :
Tanha
diikuti oleh Upadana
Ø Tanha adalah keinginan atau kerinduan, dan Upadana yaitu
kemelekatan atau ikatan, untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Misalnya,
kita melihat suatu benda yang mengagumkan; maka timbullah keinginan untuk
memilikinya dan berambisi untuk memilikinya. Keinginan ini yang membuat kita
berjuang untuk mencapainya.
Ø Upadana diikuti oleh Bhava
Bhava adalah terbentuknya proses kehidupan kita. Bhava tergantung
kepada Upadana terbentuknya proses kehidupan kita (proses kamma).
Ø Bhava diikuti oleh Jati, Jaramarana dan Sebagainya
Jika Bhava ini terbentuk, maka timbullah kelahiran, usia tua,
kematian, mengalami sukses dan kegagalan, harapan dan kekecewaan, dengan
demikian timbullah segala macam penderitaan.
Jika kita berhasil menaklukkan Tanha, maka tidak akan timbul
Upadana, karena mana mungkin timbulnya keterikatan jika tidak adanya keinginan.
3.
Anatta
Anatta adalah Tanpa-Aku atau Tidak ada suatu substansi (zat).
Penafsiran para sarjana yang ahli di kalangan penganut Agama Buddha pun
menganggap pengertian Anatta ini adalah yang tersukar. Umumnya kesukaran yang
dihadapi oleh para penafsir adalah tidak adanya penjelasan yang jelas terhadap
istilah “atta”.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita hubungkan beberapa masalah
dengan Anatta :
→ Substansi (Zat)
Jika perubahan merupakan kesunyataan, maka haruslah terdapat
sesuatu yang menjadi landasan dari perubahan itu sendiri yang merupakan suatu
inti atau zat. Contoh: sebuah cincin, sebuah piala atau sebuah mata uang,
kesemuanya adalah perwujudan dari logam emas yang sama. Logamnya tetap emas,
tetapi hanya perwujudannya yang berbeda.
→ Aku-Diri-Ego
Contoh: Kita yang sekarang ini adalah bukan kita yang sama seperti
saat yang lampau; baik fisik maupun mental, karena mengalami
perubahan-perubahan. Di dalam berbagai masa sepanjang kehidupan kita mengalami
perubahan-perubahan yang besar, baik jasmani maupun rohani. Akan tetapi,
walaupun ada perubahan-perubahan yang besar, adanya “diri” kita merupakan suatu
pribadi yang sama.
→ Yang Sama atau Berbeda
Contoh: semua pelita berasal dari api yang sama, tetapi yang
berbeda hanya pelitanya. Bila pelita yang menyala pada malam hari pertama,
tidaklah sama dengan pelita yang menyala pada malam hari kedua, dan begitu pula
pada malam hari ketiga.
→ Apakah manusia itu
Contoh: Bila kita memberi nama “kereta”, di dalam kereta terdapat
bagian-bagiannya misalnya, jari-jari, sumbu, mesin, dan lainnya. Bila terpisah
dari bagian-bagian itu, tidak dapat dinamakan “kereta”. Karena yang dinamakan
“kereta” adalah mencakup bagian-bagian yang membentuknya.
→ Pancakhandha
1.
Rupakkhandha
2.
Vedanakkhandha
3.
Sannakkhandha
4.
Sankharakkhandha
5.
Vinnanakkhandah
→ Tumimbal Lahir
Tidak ada sesuatu yang keluar dari tubuh seseorang yang meninggal
dan memasuki seorang bayi; akan tetapi kedua kehidupan itu haruslah dipandang
sebagai satu rangkaian “tanha” dan “upadana”. Dimana yang satu menimbulkan yang
lain.
→ Prinsip yang Menggerakkan Hidup
Tanha yang menggerakkan hidup kita.
→ Keadaan bathin atau jiwa
Contoh: Cepat melupakan sesuatu yang tidak memiliki ciri khas yang
melekat pada diri sesuatu yang kita temui.
→ Apa yang dilupakan tidak lenyap sama sekali
Cepat atau lambat, kita akan melupakan segala sesuatu yang kita
sadari, tetapi pengalaman-pengalaman itu tetap tinggal dalam batin kita.
→ Bawah sadar kita sangat giat bekerjanya
Watak kita ditentukan oleh bawah-sadar kita sendiri. Seseorang yang
berwatak baik, jika bawah-sadarnya penuh dengan kesan-kesan dan
pikiran-pikirannya yang baik; dan seseorang yang berwatak jahat, jika
bawah-sadarnya penuh dengan keburukan-keburukan dan kejahatan-kejahatan.
B.
Pattica Sammuppada
Prinsip dari
ajaran hukum Pattica Sammuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang
berbunyi berikut:
I.
Imasming
Sati Idang Hoti
“Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.”
II.
Imassuppada
Idang Uppajjati
“Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu.”
III.
Imasming
Asati Idang Na Hoti
“Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu.”
IV.
Imassa
Nirodha Idang Nirujjati
“Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu.”
Berdasarkan
prinsip yang saling menjadikan, relativitas dan saling bergantungan, maka
seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup, dan juga berhentinya hidup telah
diterangkan dalam satu rumus dari dua belas pokok yang dikenal dengan Pattica
Sammuppada.
Kedua belas
pokok itu berbunyi sebagai berikut :
1)
Avijja
Paccaya Sankhara
Dengan adanya ketidaktahuan, maka terjadilah bentuk-bentuk kamma.
2)
Sankhara
Paccaya Vinnanang
Dengan adanya bentuk-bentuk kamma, maka terjadilah kesadaran.
3)
Vinnana
Paccaya Namarupang
Dengan adanya kesadaran, maka terjadilah jasmani-rohani.
4)
Namarupa
Paccaya Salayatanang
Dengan adanya jasmani-rohani, maka terjadilah enam landasan
indriya.
5)
Salayatana
Paccaya Phasso
Dengan adanya enam landasan indriya, maka terjadilah kontak/kesan.
6)
Phassa
Paccaya Vedana
Dengan adanya kontak/kesan, maka terjadilah perasaan.
7)
Vedana
Paccaya Tanha
Dengan adanya perasaan, maka terjadilah keinginan.
8)
Tanha
Paccaya Upadanang
Dengan adanya keinginan, maka terjadilah kemelekatan.
9)
Upadana
Paccaya Bhavo
Dengan adanya kemelekatan, maka terjadilah proses penjelmaan.
10)
Bhava
Paccaya Jati
Dengan adanya proses penjelmaan, maka terjadilah kelahiran.
11)
Jati
Paccaya Jaramanang
Dengan adanya tumimbal-lahir, maka terjadilah kelapukan,
keluh-kesah, kematian, dll.
12)
Jara-Marana
Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll. Sebagai akibat dari
Tumimbal-Lahir.
C.
Tumimbal Lahir
Tumimbal lahir
adalah hukum kelahiran kembali. Semua makhluk akan terus dilahirkan kembali di
berbagai alam kehidupan selama masih di cengkeram oleh tanha dan avidya.
Tumimbal lahir
makhluk hidup ada empat cara, yaitu:
♠ Jalabuja Yoni : Makhluk yang lahir dalam kandungan
♠ Andaja Yoni : Makhluk yang lahir
dari telur
♠ Sansedaja
Yoni : Makhluk yang lahir dari
kelembaban
♠ Opapatika
Yoni : Makhluk yang lahir dari cara
spontan
D.
Nibbana
Nibbana adalah
kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa.
Kebahagiaan Nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, tetapi dengan
menenangkannya. Nibbana adalah tujuan akhir ajaran Buddha. Nibbana dapat
dicapai dalam hidup sekarang atau dapat pula dicapai setelah mati. Nibbana yang
dicapai semasa hidup di dalam dunia ini, masih mengandung sisa-sisa kelompok
kehidupan yang masih ada.
Jadi Nibbana
atau Nirvana itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
-
Nibbana
yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan
ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam bahasa Pali disebut dengan
“SA UPADISESA NIBBANA”.
-
Nibbana
yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang dicapai setelah
meninggal dunia atau dalam bahasa Pali disebut dengan “AN UPADISESA NIBBANA”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar