Rabu, 23 Mei 2012

SIMBOL-SIMBOL BUDDHA

Dharmachakra
Merupakan lambang dari ajaran Delapan Jalan Kemuliaan
(Ariya Atthangika Magga).
Makna lambang :
1. Bentuk keseluruhannya merupakan lingkaran yang
melambangkan  kesempurnaaan Dharma.
2. Tiga buah lingkaran di pusat roda melambangkan
Tiga Mustika, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha
3. Pusat roda melambangkan disiplin yang merupakan
dasar dari meditasi
4. Delapan jari-jarinya, menyimbolkan Jalan Mulia
Berunsur Delapan yang diajarkan Sang Buddha.
5. Pinggiran roda melambangkan praktik meditasi
yang menyatukan segala unsur-unsurnya.




Swastika

Swastika berasaldari kata svastika (Sansekerta) yang berarti objek keberuntungan atau kesejahteraan. Simbol ini merupakan salah satu simbol tertua yang telah dipaka ioleh banyak peradaban dan kebudayaan di dunia. Motif ini kemungkinan dipakai pertama sekali pada zaman Neolitik Eropa dan Asia. Bukti-bukti arkeologi menyatakan bahwa lambang ini banyak dipakai oleh peradaban besar dunia seperti Yunani, Romawi, Eropa Barat,Skandinavia, Asia, Afrika dan penduduk asli Amerika. Penggunaan lambang swastika dalam Buddhisme dipelopori di Jepang dan sebagian besar Negara Asia Timur lainnya. Swastika sendiri mengandung makna Dharma, keharmonisan universal dan keseimbangan. Swastika umumnya digunakan di ukiran wihara dan kuil, dada patung Sang Buddha, maupun kadang-kadangdi gambar telapak kaki SangBuddha




Candi Borobudur di Jawa Tengah







HUKUM KESUNYATAAN DAN HUKUM KAMMA


Kesunyataan/Empat kebenaran mulia secara singkatnya.
1.      Kesunyataan tentang Dukkha (Dukkha Ariya-Sacca)
a.    Kelahiran, usia lanjut dan kematian adalah Dukkha.
b.   Timbulnya kesedihan, ratap tangis, kesakitan, kesengsaraan, putus asa adalah Dukkha.
c.    Keinginan yang tak tercapai adalah Dukkha.
d.   Kehilangan sesuatu yang dicintai/disukai dan berkumpul/dekat dengan yang dibenci adalah Dukkha.
e.    Masih banyak lagi lain-lainnya yang menimbulkan Dukkha.

2.      Kesunyataan tentang Asal-Mula Dukkha (Dukkha Samudaya AriyaSacca)
Dukkha disebabkan adanya nafsu keinginan, kehausan, kerinduan (Tanha) yang berhubungan dengan kenikmatan indriya dan pikiran untuk terus mempertahankannya, atau menolak sesuatu yang tidak disukai dan hal ini mengakibatkan timbulnya proses tumimbal-lahir.

3.      Kesunyataan tentang Lenyapnya Dukkha (Dukkhanirodha AriyaSacca)
a.    Dukkha hanya dapat lenyap dengan padamnya nafsu keinginan dan padamnya arus kekotoran bathin, yang berarti terhentinya proses tumimbal-lahir dan tercapainya Nibbana.
b.   Apa yang diterangkan di poin a diatas bukanlah hanya teori belaka, namun itu mengandung satu pengertian bahwa gerak kehidupan yang dilakukan setiap saat memiliki batas-batas kemampuan berdasarkan daya tangkap perasaan, pikiran dan perbuatan kita. Selama perasaan, pikiran dan perbuatan kita tidak dibiarkan bekerja terus sampai melampaui batas-batas kemampuan, maka selama itu pula kita dapat terbebas dari segala penderitaan atau Dukkha.

4.      Kesunyataan tentang Jalan Berakhirnya Dukkha (Dukkhanirodhagaminipatipada AriyaSacca)
Untuk dapat mencapai tujuan melenyapkan Dukkha ditunjukkan Delapan Ruas Jalan Utama (Ariya Atthangika Magga), yaitu :
a.    Harus memiliki pandangan yang benar.
b.   Harus memiliki pikiran yang benar.
c.    Harus memiliki ucapan yang benar.
d.   Harus memiliki perbuatan yang benar.
e.    Harus memiliki mata pencaharian yang benar.
f.    Harus memiliki daya-upaya yang benar.
g.   Harus memiliki perhatian yang benar.
h.   Harus memiliki konsentrasi yang benar.[1]
Yang dimaksud dengan Kesunyataan mulia tentang adanya penderitaan ialah dilahirkan, usia tua, sakit, mati, ratap tangis, gelisah, berhubungan dengan sesuatu yang tidak disukai, tidak memperoleh sesuatu yang didambakan. Secara singkat dikatakan bahwa lima kelompok kehidupan (panca skandhah) adalah Dukkha. Duhkha diatas terbagi atas tiga kelompok:
Ø  Penderitaan karena cengkeraman bentuk-bentuk lain
Ø  Penderitaan karena cengkeraman ketidakkekalan
Ø  Penderitaan karena cengkeraman kesakitan

Yang dimaksud dengan Kesunyataan mulia tentang asalnya penderitaan ialah tanha atau nafsu keinginan yang tidak habis-habisnya. Tanha terdiri dari:
v  Karma tanha: keinginan untuk menikmati nafsu indra
v  Bhava tanha: keinginan untuk dilahirkan
v  Vibhava tanha: keinginan untuk memusnahkan diri
Yang dimaksud dengan Kesunyataan mulia tentang lenyapnya penderitaan ialah dimana tanha telah dapat disingkirkan secara menyeluruh. Singkatnya telah mencapai Nirvana.[2]
Jalan Ariya Beruas Delapan, jalan menuju akhir penderitaan, merupakan terapi terpadu yang dirancang untuk menyembuhkan penyakit Samsara melalui pengembangan ucapan dan perbuatan moral, pengembangan pikiran, dan transformasi sempurna tingkat pemahaman dan kualitas pikiran seseorang. Hal ini menunjukkan jalan untuk memperoleh kematangan spiritual dan terbebas sepenuhnya dari penderitaan.

Jalan Ariya Beruas Delapan terdiri dari delapan faktor berikut :

Sila
Ucapan Benar
Perbuatan Benar
Penghidupan Benar
Moralitas
Samadhi
Usaha Benar
Perhatian Benar
Konsentrasi Benar
Latihan Mental
Panna
Pandangan Benar
Pikiran Benar
Kebijaksanaan


A.    Hukum Karma
           Kamma adalah kata bahasa Pali dan Karma adalah kata Sanskerta yang secara singkat berarti perbuatan, yaitu setiap perbuatan didahului oleh suatu sebab dan kemudian setelah itu dilakukan akan menimbulkan akibat.
Pelajaran yang diperoleh dari Kamma
Bilamana kita hidup dalam penerangan hukum kamma, maka akan dapat memetik pelajaran yang indah dan bermanfaat, antara lain:
a.       Kesabaran, hukum kamma adalah pelindungm kita, bila hidup kita selaras dengan hukum tersebut, maka tidak ada suatu yang dapat menimpa, merugikan atau mencelakakan kita. Kesabaran membawa ketenangan, ketentraman, kebahagiaan diri kita.
b.      Keyakinan, ragu-ragu dan gelisah adalah tanda, bahwa terdapat kurang pengertian dan keyakinan akan kebenaran hukum kamma. Hukum kamma membuat orang berdiri diatas kakinya sendiri dan meneguhkan keyakinan akan kemampuan diri sendiri.
c.       Pengendalian diri, perbuatan jahat akan kembali menimpa kita sebagai mala petaka, kayakinan kita dengan kamma akan membuat kita mampu untuk mengendalikan diri, terutama keinginan untuk kejahatan. Memperoleh Kemampuan, untuk tidak hanya menentukan nasib sendiri di kemudian hari, tetapi juga untuk menolong makhluk lainnya dengan lebih bermanfaat. Melaksanakan kamma aik, sekali berkembang akan menghilangkan rintangan  dan kejahatan untuk kemudian menghancurkan belenggu yang menghalangi kita kea rah Kesunyataan atau Kenyataan mutlak, yaitu Nibbana.
Percaya pada diri sendiri, jika di dalam waktu yang lampau kita telah membuat diri yang kurang ini, maka apa yang kita perbuat sekarang menentukan nasib kita yang akan datang.



[1] Majelis Budhayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, hal. 62-66
[2] D. S. Marga Singgih, Tridharma Suatu Pengantar, hal.8-9

TILAKHANA, PATTICA SAMMUPADA, TUMIMBAL LAHIR, DAN NIBBANA

A.    Tilakhana
Tilakhana artinya tiga corak yang universal dan ini termasuk hukum kesunyataan; berarti bahwa hukum ini berlaku dimana-mana dan pada setiap waktu. Jadi hukum ini tidak terikat oleh waktu dan tempat.
a.       Sabbe Sankhara Anicca
Segala sesuatau dalam alam semesta ini, yang terdiri dari paduan unsure-unsur adalah tidak kekal dan sebagai umat Buddha melihat segala sesuatu dalam alam semesta ini tidak lain sebagai suatu proses yang selalu dalam keadaan bergerak, yaitu :
Uppada                       thiti                                          bhanga
(timbul)                       (berlangsung)                          (berakhir/lenyap)        

b.      Sabbe Sankhara Dukkha
Apa yang tidak kekal itu adalah tidak memuaskan dan oleh karenanya timbul penderitaan.

c.       Sabbe Sankhara Anatta
Segala sesuatu yang bersyarat maupun yang tidak bersyarat adalah tanpa inti yang kekal. Karena tanpa pemilik dan juga tidak dapat dikuasai.

Penjelasan tiga corak umum tersebut, yaitu:
1.      Anicca
Kata Anicca berarti tidak kekal, yaitu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terus-menerus mengalami perubahan, misalnya kembang, buah-buahan, dan pohon-pohon dalam perkebunan. Terdapat dua factor, yaitu pembentukan (uppada) dan penghancuran (nirodha) yang berlangsung terus-menerus, yang tidak pernah berhenti walau sekejappun. Contoh: sebuah gelombang terbentuk naik, kemudian turun dan tenggelam, menimbulkan gelombang lain yang menyusul timbul, kemudian tenggelam pula; demikianlah seterusnya tiada hentinya. Timbulnya sebuah gelombang tergantung kepada tenggelamnya gelombang yang mendahuluinya, dan tenggelamnya sebuah gelombang menimbulkan gelombang lainnya menyusul. Demikianlah arus ini mengalir terus-menerus tidak ada putusnya.

2.      Dukkha
Dukkha adalah suatu perasaan atau pikiran yang tidak puas, yang timbul karena tidak tercapainya suatu keinginan atau yang timbul karena perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam diri maupun di luar diri kita.
Yang menimbulkan Dukkha menurut hukum Pattica-Sammupada yaitu :
Tanha diikuti oleh Upadana
Ø  Tanha adalah keinginan atau kerinduan, dan Upadana yaitu kemelekatan atau ikatan, untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Misalnya, kita melihat suatu benda yang mengagumkan; maka timbullah keinginan untuk memilikinya dan berambisi untuk memilikinya. Keinginan ini yang membuat kita berjuang untuk mencapainya.
Ø  Upadana diikuti oleh Bhava
Bhava adalah terbentuknya proses kehidupan kita. Bhava tergantung kepada Upadana terbentuknya proses kehidupan kita (proses kamma).
Ø  Bhava diikuti oleh Jati, Jaramarana dan Sebagainya
Jika Bhava ini terbentuk, maka timbullah kelahiran, usia tua, kematian, mengalami sukses dan kegagalan, harapan dan kekecewaan, dengan demikian timbullah segala macam penderitaan.
Jika kita berhasil menaklukkan Tanha, maka tidak akan timbul Upadana, karena mana mungkin timbulnya keterikatan jika tidak adanya keinginan.

3.      Anatta
Anatta adalah Tanpa-Aku atau Tidak ada suatu substansi (zat). Penafsiran para sarjana yang ahli di kalangan penganut Agama Buddha pun menganggap pengertian Anatta ini adalah yang tersukar. Umumnya kesukaran yang dihadapi oleh para penafsir adalah tidak adanya penjelasan yang jelas terhadap istilah “atta”.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita hubungkan beberapa masalah dengan Anatta :
→ Substansi (Zat)
Jika perubahan merupakan kesunyataan, maka haruslah terdapat sesuatu yang menjadi landasan dari perubahan itu sendiri yang merupakan suatu inti atau zat. Contoh: sebuah cincin, sebuah piala atau sebuah mata uang, kesemuanya adalah perwujudan dari logam emas yang sama. Logamnya tetap emas, tetapi hanya perwujudannya yang berbeda.
→ Aku-Diri-Ego
Contoh: Kita yang sekarang ini adalah bukan kita yang sama seperti saat yang lampau; baik fisik maupun mental, karena mengalami perubahan-perubahan. Di dalam berbagai masa sepanjang kehidupan kita mengalami perubahan-perubahan yang besar, baik jasmani maupun rohani. Akan tetapi, walaupun ada perubahan-perubahan yang besar, adanya “diri” kita merupakan suatu pribadi yang sama.
→ Yang Sama atau Berbeda
Contoh: semua pelita berasal dari api yang sama, tetapi yang berbeda hanya pelitanya. Bila pelita yang menyala pada malam hari pertama, tidaklah sama dengan pelita yang menyala pada malam hari kedua, dan begitu pula pada malam hari ketiga.
→ Apakah manusia itu
Contoh: Bila kita memberi nama “kereta”, di dalam kereta terdapat bagian-bagiannya misalnya, jari-jari, sumbu, mesin, dan lainnya. Bila terpisah dari bagian-bagian itu, tidak dapat dinamakan “kereta”. Karena yang dinamakan “kereta” adalah mencakup bagian-bagian yang membentuknya.
→ Pancakhandha
1.      Rupakkhandha
2.      Vedanakkhandha
3.      Sannakkhandha
4.      Sankharakkhandha
5.      Vinnanakkhandah
→ Tumimbal Lahir
Tidak ada sesuatu yang keluar dari tubuh seseorang yang meninggal dan memasuki seorang bayi; akan tetapi kedua kehidupan itu haruslah dipandang sebagai satu rangkaian “tanha” dan “upadana”. Dimana yang satu menimbulkan yang lain.
→ Prinsip yang Menggerakkan Hidup
Tanha yang menggerakkan hidup kita.
→ Keadaan bathin atau jiwa
Contoh: Cepat melupakan sesuatu yang tidak memiliki ciri khas yang melekat pada diri sesuatu yang kita temui.
→ Apa yang dilupakan tidak lenyap sama sekali
Cepat atau lambat, kita akan melupakan segala sesuatu yang kita sadari, tetapi pengalaman-pengalaman itu tetap tinggal dalam batin kita.
→ Bawah sadar kita sangat giat bekerjanya
Watak kita ditentukan oleh bawah-sadar kita sendiri. Seseorang yang berwatak baik, jika bawah-sadarnya penuh dengan kesan-kesan dan pikiran-pikirannya yang baik; dan seseorang yang berwatak jahat, jika bawah-sadarnya penuh dengan keburukan-keburukan dan kejahatan-kejahatan.

B.     Pattica Sammuppada
Prinsip dari ajaran hukum Pattica Sammuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi berikut:
                               I.            Imasming Sati Idang Hoti
“Dengan adanya ini, maka terjadilah itu.”
                            II.            Imassuppada Idang Uppajjati
“Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu.”
                         III.            Imasming Asati Idang Na Hoti
“Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu.”
                         IV.            Imassa Nirodha Idang Nirujjati
“Dengan terhentinya ini, maka terhentilah juga itu.”

Berdasarkan prinsip yang saling menjadikan, relativitas dan saling bergantungan, maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup, dan juga berhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus dari dua belas pokok yang dikenal dengan Pattica Sammuppada.
Kedua belas pokok itu berbunyi sebagai berikut :
1)      Avijja Paccaya Sankhara
Dengan adanya ketidaktahuan, maka terjadilah bentuk-bentuk kamma.
2)      Sankhara Paccaya Vinnanang
Dengan adanya bentuk-bentuk kamma, maka terjadilah kesadaran.
3)      Vinnana Paccaya Namarupang
Dengan adanya kesadaran, maka terjadilah jasmani-rohani.
4)      Namarupa Paccaya Salayatanang
Dengan adanya jasmani-rohani, maka terjadilah enam landasan indriya.
5)      Salayatana Paccaya Phasso
Dengan adanya enam landasan indriya, maka terjadilah kontak/kesan.
6)      Phassa Paccaya Vedana
Dengan adanya kontak/kesan, maka terjadilah perasaan.
7)      Vedana Paccaya Tanha
Dengan adanya perasaan, maka terjadilah keinginan.
8)      Tanha Paccaya Upadanang
Dengan adanya keinginan, maka terjadilah kemelekatan.
9)      Upadana Paccaya Bhavo
Dengan adanya kemelekatan, maka terjadilah proses penjelmaan.
10)  Bhava Paccaya Jati
Dengan adanya proses penjelmaan, maka terjadilah kelahiran.
11)  Jati Paccaya Jaramanang
Dengan adanya tumimbal-lahir, maka terjadilah kelapukan, keluh-kesah, kematian, dll.
12)  Jara-Marana
Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll. Sebagai akibat dari Tumimbal-Lahir.

C.    Tumimbal Lahir
Tumimbal lahir adalah hukum kelahiran kembali. Semua makhluk akan terus dilahirkan kembali di berbagai alam kehidupan selama masih di cengkeram oleh tanha dan avidya.
Tumimbal lahir makhluk hidup ada empat cara, yaitu:
♠ Jalabuja Yoni           : Makhluk yang lahir dalam kandungan
♠ Andaja Yoni                        : Makhluk yang lahir dari telur
♠ Sansedaja Yoni        : Makhluk yang lahir dari kelembaban
♠ Opapatika Yoni       : Makhluk yang lahir dari cara spontan

D.    Nibbana
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, tetapi dengan menenangkannya. Nibbana adalah tujuan akhir ajaran Buddha. Nibbana dapat dicapai dalam hidup sekarang atau dapat pula dicapai setelah mati. Nibbana yang dicapai semasa hidup di dalam dunia ini, masih mengandung sisa-sisa kelompok kehidupan yang masih ada.
Jadi Nibbana atau Nirvana itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
-          Nibbana yang masih mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang masih ada dan ini dicapai dalam kehidupan di dunia ini atau dalam bahasa Pali disebut dengan “SA UPADISESA NIBBANA”.
-          Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelima kelompok kehidupan yang dicapai setelah meninggal dunia atau dalam bahasa Pali disebut dengan “AN UPADISESA NIBBANA”.

MEDITASI

Pengertian Meditasi
Meditasi adalah usaha untuk menumbuhkan batin terpusat, tenang, mampu dengan jelas melihat sifat batin sesungguhnya gejala apapun yang dapat merealisir Nibbana, suatu keadaan batin ideal dari batin yang sehat. Dengan bermeditasi, kita akan membangun kebiasaan baik dari pikiran kita. Keserakahan, kebencian, rasa iri hati dapat kita taklukan, kita akan merasa lebih tenang, tidak lagi merasa gelisah.

Sejarah Meditasi

Dua ribu lima ratus tahun yang lalu, seorang putra mahkota pada usia 29 tahun saat ia berada dalam kegelimangan hidup, telah meninggalkan tahta yang penuh kemewahan dan kekuasaan, mencari jalan keluar dari belenggu ketidakpastian untuk mencapai Nibbana.

Di bawah bimbingan seorang guru, ia mencari dengan harapan seorang guru tersebut dapat memberi arah pembebasan. Ia pun melatih konsentrasi, pemusatan pikiran dan telah mencapai tingkat tertinggi dari latihan tersebut. Selama enam tahun lamanya, ia berjuang sedemikian kerasnya hingga hampir mendekati pintu ajal. Dengan bersila di bawah pohon Bodhi, ia tetap gigih dengan kemantapan batin dan tekad yang membaja demi mencapai penerangan sempurna, dan memperoleh kebijaksanaan tertinggi. Dengan cara Ana-apana-sati, ia mencapai jhana pertama, secara bertahap ia memasuki jhana kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian, ia mempersiapkan diri membersihkan kotoran batin yang masih melekat dan mampu mengembangkan Vipassana bhavana, pandangan benar dan kebijaksanaan mutlak yang membuat orang mampu memandang sesuatu sebagaimana adanya dengan mengetahui tiga corak umum (Tilakhana). Dengan pandangan terang ini, dengan penembusan yang bijaksana, ia mampu memahami dan mengetahui semua kesempurnaannya, yaitu yang disebut dengan Empat Kesunyataan Mulia. Pangeran India ini adalah Sakyamuni Siddharta Gautama.



Meditasi Buddhis terbagi ke dalam dua macam, yaitu:

1. Samatha-Bhavana

Yaitu pengembangan untuk mencapai ketenangan batin.

Samatha terbagi dua macam, yaitu:

a. Paritta Samatha, yaitu untuk mereka yang melakukan Samatha Bhavana, tetapi belum mencapai Appana-Bhavana.

b. Mahaggata Samatha, yaitu untuk mereka yang melakukan Samatha Bhavana dan telah mencapai Appana-Bhavana.



Pada Samatha-Bhavana ini, kita bebas memilih obyek yang sesuai dengan diri kita. Dalam Samatha-Bhavana ada 4o macam pokok obyek meditasi, yang terdiri dari :

· Kasina 10 (10 wujud benda)

· Asubha 10 (10 wujud kekotoran)

· Anussati 10 (10 macam renungan)

· Appammanna 4 (4 keadaan yang tidak terbatas)

· Aharepatikulasanna 1 (1 perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)

· Catudhatuvavatthana 1 (1 analisa terhadap keempat unsur)

· Arupa 4 (4 renungan tanpa materi)



Cara pemilihan obyek meditasi ini adalah dengan cara bimbingan dari seorang guru.



2. Vipassana-Bhavana

Yaitu pengembangan untuk mencapai penerangan batin.

Dalam Vipassana-Bhavana ini terdapat 6 macam obyek dalam pelaksanaan Vipassana-Bhavana, yang terdiri dari :

· Khanda 5 (5 kelompok kehidupan)

· Ayatana 12 (12 indriya bagian dalam dan luar)

· Dhatu 18 (18 unsur)

· Indriya 22 (22 indra)

· Paticcasamuppada 12 (12 hukum sebab-musabab yang saling bergantungan)

· Ariyasacca 4 (4 kesunyataan mulia)



Ada beberapa persyaratan yang harus dipatuhi dalam latihan Vipassana-Bhavana ini :

1) Upanissaya; ia harus diam di pemondokan di bawah asuhan seorang guru yang pandai.

2) Arakkha; ia harus menjaga ketajaman enam indranya sehingga berada dalam keadaan yang baik.

3) Upanibandha; ia harus menjaga pikirannya supaya terkonsentrasi pada empat macam perenungan.



Kewajiban yang harus dipenuhi :

1) Ia harus memiliki tekad untuk tidak berhenti berusaha sebelum mencapai Dharma yang sempurna.

2) Ia harus mengurangi makan, tidur, bicara, menulis, dan membaca.

3) Ia harus mengendalikan mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

4) Ia harus melakukan segala sesuatu dengan perlahan-lahan.

5) Ia harus melakukan semua gerakan dengan tiga factor yang bermanfaat, yaitu: tenaga, kewaspadaan, dan perlatihan.



Kegiatan yang harus dihindari :

1) Kammaramata

2) Niddaramata

3) Bhassaramata

4) Samganikarmata

5) Aguttadvarata

6) Bhojane amattanuta

7) Yathavimuttam cittam na paccavekkhati



Jalan Tengah

Penelusuran delapan jalan mulia :

1) Pandangan yang benar

Yaitu memandang dunia tanpa bias, bebas dari segala prasangka, memandang dunia dengan kearifan spiritual, sebagian besar penderitaan manusia disebabkan oleh cara mereka memandang.

2) Pikiran yang benar

Yaitu pikiran yang melepaskan kesenangan dunia, dan yang terbebas dari kemelekatan serta sifat mementingkan diri sendiri. Pikiran yang penuh dengan kemauan baik, cinta kasih, kelemah-lembutan, dan yang terbebas dari i’tikad jahat dan lain-lain.

3) Perkataan yang benar

Kata-kata berkaitan dengan kebahagiaan dan penderitaan manusia, jika kata-kata yang diucapkan manusia disampaikan dengan cara dan nada yang tepat, dunia ini akan menjadi tempat terbaik untuk dihuni. Kata-kata dapat menjadi ukuran untuk menilai karakter orang yang mengucapkannya. Oleh karena itu, kita harus memeriksa dan menelaah kata-kata yang kita ucapkan untuk merefleksikan diri.

4) Tindakan yang benar

Ajaran Buddha mengartikan tindakan yang benar sebagai larangan melakukan tindakan kejahatan, seperti membunuh, mencuri, dan sebagainya.

5) Kehidupan yang benar

Refleksi diri dari perspektif hidup sempurna, adalah merefleksikan setiap hari dalam kehidupan kita, membandingkannya dengan hari terbaik yang bisa kita bayangkan sebagai hari terakhir dalam hidup kita.

6) Usaha yang benar

Ada dua titik yang harus digunakan untuk melatih refleksi diri tentang jalan usaha yang benar; titik pertama adalah memandang dunia ini sebagai tempat latihan jiwa, dan titik kedua adalah mengetahui apakah tingkat spiritualitas kita meningkat dan berkembang atau tidak.

7) Kesadaran yang benar

Yaitu membentuk garis panduan bagi refleksi diri dalam rencana hidup kita, membentuk visi ke arah masa depan yang akan kita jalani.

8) Konsentrasi yang benar

Yaitu disiplin konsentrasi spiritual, yang memungkinkan kita berkomunikasi dengan ruh-ruh yang lebih tinggi di dunia lain dan bahkan lebih dari itu, kita dapat merasakannya.



Jalan tengah atau delapan jalan mulia diatas, secara garis besar dapat dibagi menjadi:




Sila

Ucapan Benar

Perbuatan Benar

Kehidupan Benar

Moralitas


Samadhi

Usaha Benar

Perhatian Benar

Konsentrasi Benar

Latihan Mental


Panna

Pandangan Benar

Pikiran Benar

Kebijaksanaan

TANTRAYANA, MANTRAYANA DAN VAJRAYANA


Tantra itu mewakili sekte-sekte Mahayana. panca indera mengenai semangat, secara tradisi ditegaskan sebagai terdiri dari perawatan dan hasil dari yang bermanfaat, dan menghapuskan serta gangguan dari yang tidak bermanfaat, keadaan mengenai pikiran. Dengan keadaan bermanfaat dari Jhana, atau Dhyana, pikiran yang terutama dimaksudkan. Maka dari itu kepentingan yang didominasi Tantra bukanlah teori tetapi praktek.




Peninggalan Tantrayana, yaitu sebuah Arca Bhairawa
yang dipercaya sebagai perwujudan dari Syiwa yang ganas, memiliki taring,
dan bertubuh raksasa.



1) Aliran Mantrayana

Menurut Padmadkarpo, tujuan dari Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam agama Buddha, yakni bersatunya manusia dengan penerangan sempurna atau kesempurnaan secara spiritual. Langkah pertama untuk mencapai tujuan tersebut, adalah mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Bodhicitta. Bodhicitta terbagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Bodhi pranidhi citta, yaitu tingkat persiapan untuk pencapaian kebuddhaan.
2. Bodhi prasthana citta, yaitu tingkat pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha mencapai cita-cita.

Mantrayana memandang Triratna sebagai kekuatan spiritual yang disimbolkan oleh Triratna tersebut. Langkah selanjutnya adalah memperkuat dan memajukan sikap baru yang diperoleh dari meditasi dengan membaca mantra berulang-ulang. Langkah berikutnya adalah mempersembahkan suatu Mandala sebagai penyempurna pengetahuan yang telah dicapai. Mantrayana memiliki sikap tegar menentang segala bentuk khayalan dan menumbuhkan bodhi sebagai lawan dari nirodha.

2) Aliran Vajrayana

Mazhab Tantrayana yang berkembang saat ini pada umumnya adalah Vajrayana. Vajrayana memandang alam kosmos dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya, di Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana. Selain itu, Vajrayana juga memiliki puja bakti ritual maupun sistem meditasi khusus yang disebut Sadhana (meditasi dengan memfokuskan mata batin dengan menyatukan mudra, mantra dan mandala).

3) Aliran Sahajayana

Sahaja berarti “dilahirkan bersama-sama”. Menurut mazhab ini, Dharmakaya dan Samboghakaya lahir bersama-sama. Mazhab ini memiliki keyakinan bahwa kenyataan dan bentuk kenyataan adalah tidak terpisah satu dengan lainnya. Dalam Mahayana terdapat konsep Trikaya, yaitu:

- Dharmakaya
- Sambhogakaya
- Nirmanakaya

Apa yang diajarkan oleh mazhab ini, lebih bersifat suatu disiplin yang keras dan harus dilaksanakan, sehingga membuat hal ini menjadi sulit dimengerti dan dibuat batasan-batasannya. Baik Mantrayana maupun Sahajayana, lebih cenderung kepada aspek pelaksanaan dari ajaran Buddha yang berpuncak pada empat hal, yakni:

- Drsti, yakni pandangan yang didasarkan pada pengalaman
- Bhavana, yakni kemajuan batin yang diperoleh berdasarkan Mantrayana dan Sahajayana
- Carya, yakni hidup dan berbuat sebagaimana mestinya
- Phala, yakni penyatuan dari kepribadian.

A. Sekte-sekte Tantrayana di Tibet

- Sekte nim-ma-pa (Sekte Jubah Merah)

Anggota sekte ini menggunakan jubah dan topi merah, dan mereka adalah keturunan dari Maha guru Padma Sambhava. Ajaran dari sekte ini merupakan penggabungan dari Buddha dharma dan Bon-pa.

- Sekte Kah-dam-pa

Sekte ini dipelopori oleh Atissa Srinyana Dipankara pada tahun 1042 M. Setelah ia wafat, perkembangan sekte ini selanjutnya bergabung dengan sekte Ge-lug-pa.

- Sekte Ge-lug-pa

Anggota sekte ini selalu menggunakan jubah berwarna kuning. Sekte ini merupakan pembaharuan dari sekte Kah-dam-pa.


- Sekte Kar-gyu-pa

Dalam pelaksanaan latihan religi dan upacara ritualnya wajib memandang gurunya sebagai Buddha Vajradhara, untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Buddha.

ALIRAN HINAYANA DAN MAHAYANA



A.    Aliran Hinayana


Kata Hinayana berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta, terdiri dari Hina (kecil) dan Yana (kendaraan). Penganut-penganut hinayana menitikberatkan meditasi untuk mencapai penerangan sempurna sebagai jalan yang terpendek dalam menyelami dhamma dan mencapai pembebasan atau Nibbana. Pokok ajaran aliran ini yaitu diantaranya:
1)      Segala sesuatu bersifat fana, serta hanya berada untuk sesaat saja.
2)      Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau relasi yang pendek dan kecil.
3)      Tujuan hidup adalah Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan.
4)      Cita-cita yang tertinggi adalah menjadi Arahat.

Dalam Hinayana, terdapat sepuluh Paramita (kebajikan) yaitu:
·         Dana
·         Sila
·         Nekkhamma
·         Panna
·         Viriya
·         Kshanti
·         Sacca
·         Adhitthana
·         Metta
·         Upekkha

Kitab suci Hinayana, yaitu:
1.      Vinaya Pitaka, yaitu kitab yang berisi peraturan-peraturan Bhikkhu dan Bhikkhuni.
2.      Sutta Pitaka, yaitu kumpulan khotbah atau ceramah Buddha Gotama.
3.      Abhidhamma Pitaka, yaitu analisis pengajaran Buddha.


B.     Aliran Mahayana

Mahayana berasal dari bahasa Pali, yaitu Maha yang berarti besar, dan Yana yang berarti kendaraan. Ide maha merujuk pada tujuan religius seorang Buddha yaitu menjadi Bodhisatwa Sammasambodhi. Aliran Mahayana yaitu aliran Hinayana yang diperbarui dengan diberi pelajaran-pelajaran ekstra yang dipelopori oleh Budhaghosa atau Asvaghosa. Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana telah berkembang keluar dari negeri asalnya di India, Mahayana berkembang sampai ke timur jauh dan menyebar ke seluruh Asia Timur. Negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah:
1)      Nepal-Tibet-Mongolia
2)      Cina-Jepang-Korea
3)      Vietnam
4)      Indonesia

Pimpinan besar Mahayana:
ª      Nagarjuna, yaitu pimpinan Sangha yang ke-14. Beliau mendirikan suatu perguruan mistik yang bernama Madhyamika.
ª      Aryasangha, yaitu pimpinan Sangha pada abad ke-4 M. Beliau mengajarkan Yogacara dan ajaran bahwa kesadaran adalah yang sejati.
ª      Canti Deva, yaitu pimpinan Mahayana terakhir. Beliau mengarang kitab Ciksasammucchaya dan Bodhicaryavatara.

Kitab Suci Mahayana, diantaranya:
1.      Karandavyuha
2.      Sukhavatisvaha
3.      Saddharmapundarika
4.      Lankavahara Sutra
5.      Avatamkara Sutra
6.      Vujraccedhika Sutra

Dalam Mahayana, terdapat enam Paramita dan empat Paramita tambahan. Yaitu:
·         Dana                                                               
·         Cila
·         Ksanti
·         Virya
·         Dhyana
Paramita Tambahan:
·         Prajna
·         Upaya-kaucalya
·         Pranidhana
·         Bala
·         Jnana

Sekte-sekte dalam Mahayana:
1)      Sekte Madhyamikavada
2)      Sekte Kebaktian
3)      Sekte Bumi-Suci
4)      Sekte Yogacara
5)      Sekte Meditasi (Dhyana)

Adapun Perbedaan Hinayana dan Mahayana :
No.
Hinayana
Mahayana
1.
Interpretasi tentang kebudhaan bersifat historis dan etis
Interpretasi tentang kebudhaan bersifat metafisik dan religius
2.
Konsep tentang tanpa-aku bersifat analitis dan skolaistik
Konsep tentang tanpa-aku bersifat intuitif
3.
Sudut pandang keselamatan bersifat individualistik
Sudut pandang keselamatan bersifat altruistis
4.
Cita-cita tertinggi adalah Arahat
Cita-cita tertinggi adalah Bodhisatwa
5.
Menitikberatkan pada meditasi sebagai jalan pelepasan
Menitikberatkan kebaktian kepada Triratna
6.
Tidak ada upacara-upacara yang rumit
Banyak sekali upacara keagamaan yang rumit
7.
Tidak ada Bodhisatwa Mahasattva yang dipuja
Banyak sekali Bodhisatwa Mahasattva yang dipuja
8.
Pemikirannya lebih bersifat ortodoks
Pemikirannya lebih bersifat progresif
9.
Menganut 10 Paramita
Menganut 6 Paramita dan 4 Paramita tambahan
10.
Triratna menjadi perlindungan
Para Buddha, anak-anak Buddha atau Bodhisatwa menjadi perlindungan