A.
Sejarah Buddhisme Zen
Zen Buddhisme adalah sebuah aliran yang menekankan pentingnya
meditasi dan mengkhususkan diri dalam hal itu. Zen yang mewakili puncak
spiritualitas dalam agama Buddha adalah berintikan tentang transimi jiwa ajaran
Buddha yang bersifat istimewa.
Dikisahkan secara legendaris bahwa ketika di dalam pertemuan
dharma, Sang Buddha berkumpul dengan para siswanya, datanglah seorang Brahmin
yang memberikan sekuntum bunga Kumbhala kepada Sang Buddha seraya berharap agar
Sang Buddha menerangkan Dharma. Pada saat itu Sang Buddha tidak berkata satu
katapun, hanya tersenyum. Tak seorangpun yang mengerti, hanya Maha Kasyapa yang
tersenyum dan mengerti apa yang dimaksud oleh Sang Buddha. Berkatalah Sang
Buddha kepada Maha Kasyapa: ‘Engkaulah, Maha Kasyapa! Yang mengerti pelajaran
tersebut dan aku wariskan pelajaran tersebut kepadamu’.
Berikut ini silsilah para
Acharya/Patriach/Guru Cha’n Buddhisme di India secara tradisional sebelum
kedatangan Bodhidharma ke Tiongkok pada 520 M :
1.
Sakyamuni Buddha
|
15.
Kanadeva
|
2.
Maha Kasyapa
|
16.
Arya Rahulata
|
3.
Ananda
|
17.
Samghanandi
|
4.
Sanavasa
|
18.
Samghayasas
|
5.
Upagupta
|
19.
Kumarata
|
6.
Dhritaka
|
20.
Jayata
|
7.
Micchaka
|
21.
Vasubhandu
|
8.
Buddhanandi
|
22.
Manura
|
9.
Buddhamitra
|
23.
Hakkenayasas
|
10.
Bhiksu Parsva
|
24.
Bhiksu Simha
|
11.
Punyayasas
|
25.Vasasita
|
12.
Asvagosha
|
26.
Punyamitra
|
13.
Bhiksu Kapimala
|
27.
Prajnatara
|
14.
Nagarjuna
|
28.
Bodhidharma
|
Bodhidharma datang ke Tiongkok pada masa dinasti Liang (502-557M),
beliau mula-mula sampai di Nanking. Sebenarnya apa yang diajarkan oleh
Bodhidharma tidak menitikberatkan teori-teori, yang penting adalah pengertian
dan intuisi dari seorang siswa yang timbul dari dalam batinnya sendiri di dalam
usaha penghayatan terhadap Buddha Dharma di samping adanya ketekunan di dalam
meditasi.
Bodhidharma menurunkan ajarannya Dhyana kepada muridnya, Hui Khe
yang menjadi sesepuh kedua aliran Cha’n di Cina. Demikian seterusnya, hingga
dikenal enam sesepuh yaitu:
1)
Bodhidharma
2)
Hui
Khe
3)
Shen
Chie
4)
Tao
Sin
5)
Hung
Jen
6)
Hui
Neng
Setelah Hui Neng sistem pewarisan sesepuh atau Patriach ditiadakan.
Namun demikian, terdapat juga beberapa Zen master yang cukup terkenal
diantaranya : Master Han san, Fa Jung, Upasaka Ph’ang dan Master Ma Tsu serta
lain-lainnya. Dari Cina, ajaran Cha’n menyebar ke Jepang dan dikenal dengan
istilah Zen. Istilah Zen dari jepang inilah yang kemudian lebih populer untuk
menamai aliran Dhyana atau Cha’n.
B.
Sutra-Sutra yang di jadikan pedoman oleh Cha’n/Zen
Walaupun kita sering mendengar bhawa kaum Cha’n/Zen tidak terikat
kepada Sutra-Sutra, ada juga Sutra-Sutra yang di jadikan ‘teori’ oleh mereka.
Ini juga berarti mereka tidak terlalu terikat kepada apa yang tertulis dalam
Sutra-Sutra. Sutra tersebut adalah:
-
Suranggama
Sutra (Leng Yen Cing) terjemahan Siksananda
-
Lankavatara
Sutra (Leng Kha Cing) terjemahan Gunabadra
-
Vajrachedika
Prajnaparamita Sutra (Cin Kang Cing/Sutra Intan) terjemahan Kumarajiva
-
The
Platform Sutra of Sixth Patriach (Liu Chu Th’an Cing/Sutra Altar dari Hui Neng)
-
Vimalakirti
Nirdesa Sutra (Wei Mo Cing) terjemahan Kumarajiva
C.
Dasar Filsafat Zen
Dasar
dari Cha’n atau Zen sering diungkapkan sebagai berikut :
Diberikan
di luar pelajaran
Tanpa
mengunakan kata-kata tulisan
Langsung
diarahkan kepada hati manusia
Mengenal
sifat asli itu sendiri dan menjadi Buddha
Di dalam Cha’n/Zen, upacara-upacara yang berbelit-belit kurang di
perhatikan, pembakaran dupa wangi dan lilin pun hanya sekali-sekali. Mereka
juga mengulang Sutra, namun hal itu bukan merupakan suatu ikatan. Bagi mereka
meditasi adalah bagian dari kehidupan mereka, namun meditasi tidak bias
menjamin seseorang menjadi Buddha. Segala sesuatu harus diresapi dan di
realisasikan agar dapat menghayati setiap momen kehidupan. Mereka begitu
menyintai ketenangan, keheningan serta keindahan alam karena hal-hal demikian
banyak membantu dalam usaha untuk mencari diri pribadi dan mengenal diri
sendiri. Tentu saja moral kesusilaan sangatlah mereka junjung.
Ada dua buah syair yang terkenal yang masing-masing di buat oleh
Shen Siu dan Hui Neng yang dapat mengambarkan garis esar filsafat Cha’n/Zen.
Syair
dari Shen Siu sebagai berikut:
Tubuh
adalah pohon Bodhi
Hati
laksana cermin yang berbingkai
Setiap
saat rajin membersihkannya
Jangan
sampai di kotori oleh debu
Syair
lain yang di buat oleh Hui Neng sebagai berikut:
Bodhi
sesungguhnya tak berpohon
Cermin
terangpun tidaklah berbingkai
Pada
mulanya memang tidak ada sesuatu apapun
Yang
dapat di kotori oleh debu
D.
Perkembangan Zen Selanjutnya
Ada beberapa
aliran atau sekte yang berkembang menurut metode yang berbeda. Diantaranya
sebagai berikut :
1)
Sub-sekte
Lin Chi (Rinzai), diperkenalkan oleh Master Lin Chi kira-kira pada tahun 850 M.
2)
Sub-sekte
Chau Tung (Soto), diperkenalkan oleh Master Tung San Liang Cie (807-869 M) dan
Chau San (840-901 M).
3)
Sub-sekte
Huang Po (Obaku), dikembangkan oleh Master Huang Po kira-kira tahun 850 M.